ilmu hasil konsultasi para ahli

Inilah Penjelasan Syar'i Tentang Haid yang Tidak Teratur

hukum haid tidak teratur
Darah haid adalah darah kehitaman yang kental, baunya menyengat yang keluar dari farji atau kemaluan wanita pada waktu-waktu yang khusus. Permulaan haid ditandai dengan keluarnya bercak darah hitam yang baunya menyengat di waktu-waktu yang dimungkinkan datangnya masa haid.

Berakhirnya masa haid ditandai dengan berhentinya darah sama sekali. Atau keluarnya cairan putih di akhir masa haid. Kepada sekelompok kaum wanita, Aisyah rha pernah berkata, "Kamu jangan tergesa-gesa sehingga melihat cairan putih yang menandai berakhirnya masa haidmu." (HR. Malik)

Mengenai batas minimal dan maksimal masa haid, para ulama telah berselisih pendapat. Sebagian ulama, seperti Imam Syafi'i dan Ahmad berpendapat bahwa minimal haid itu sehari sedang maksimalnya 15 hari. Sebagian lain, seperti Imam Malik berpendapat bahwa tidak ada batasan minimal atau maksimal untuk masa haid. Meski berselisih pendapat, mereka semua sepakat bahwa dalam hal ini tidak ada dalil yang shahih sedikitpun dari Nabi saw maupun dari para sahabat. Oleh karena itu, semua ini harus dikembalikan kepada kebiasaan yang terjadi pada klaum wanita.

Jadi, masing-masing wanita mengikuti kebiasaannya. Jika kebiasaan haidnya 7 hari, 8 hari, 9 hari, sebulan atau kurang lebih dari itu, maka ia menjalankan konsekuensi haid sesuai dengan jumlah hari yang biasa dialaminya. Jika suatu saat darahnya keluar melebihi kebiasaannya, maka seorang wanita hendaknya melihat kualitas darahnya. Jika warna atau baunya sama dengan darah haid, maka ia tetap tidak boleh melakukan shalat, puasa dan jimak. Jika ia mendapati bau dan warnanya berbeda dengan darah haid, maka ia harus mandi dan melakukan shalat.

Jika ia tidak bisa membedakan, maka terjadi khilaf di kalangan ulama. Sebagian berpendapat bahwa ia harus tetap meninggalkan shalat, puasa dan jimak karena tidak ada batasan maksimal untuk haid. Sebagian lain berpendapat bahwa ia mendasarkan pada kebiasaan rutinnya. Setelah lebih dari kebiasaannya, maka ia harus mandi dan melakukan shalat.

Hal ini didasarkan pada riwayat bahwa Aisyah rha menuturkan, "Fatimah bin Abi Hubaisy menghadap Nabi saw seraya bertanya, "Wahai Rasululloh, saya terus-menerus mengeluarkan darah." Rasululloah menjawab, "Tinggalkanlah shalat selama hari-hari haidmu, kemudian mandilah, berwudhulah untuk tiap-tiap shalat meski darah menetes di atas tikar." (HR. Ahmad)

Jadi apabila ada wanita yang haid selama sebulan, maka selama itu ia tidak boleh melakukan shalat, puasa atau jimak. Jika 5 hari setelah suci (yang ditandai dengan cairan putih atau darah berhenti sama sekali) darah keluar lagi, maka itu tidak dianggap sebagai darah haid, tetapi darah istihadhoh. Ummu Athoiya rha berkata, "Kami para sahabat wanita Nabi saw tidak menganggap sedikitpun (sebagai darah haid) darah keruh dan kekuningan yang keluar setelah masa suci." (HR. ABu Dawud)

Jika dalam rentang waktu sebulan itu ia kadang berhenti haid selama satu atau dua hari, maka hari-hari itu tetap dianggap sebagai hari-hari haid. Ia tetap tidak boleh melakukan shalat, puasa dan jimak. Karena yang dijadikan pedoman adalah munculnya tanda kesucian yaitu cairan putih yang sudah dikenali oleh kaum hawa.




4 comments:

Anonymous said...

Ane gak ngerti gan kaya ginian, tapi mungkin bisa manfaat nih buat istri :D

Unknown said...

Thanks kak. Bolehkan saya share ke teman cewek saya ?

Unknown said...

@Satriana: hm, pasti manfaat buat istri :)
@Era: boleh sekali, saling menyebarkan kebaikan :)

TufoTech.com said...

nice info gan.... bermanfaat bagi para kaum ibu...

Post a Comment

Inilah Penjelasan Syar'i Tentang Haid yang Tidak Teratur